RADARSEMARANG.COM, Gerakan Literasi Sekolah (GLS) merupakan suatu usaha atau kegiatan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah (peserta didik, pendidik dan tenaga kependidikan serta orangtua/wali murid).
Juga akademisi, penerbit, media massa, masyarakat dan pemangku kepentingan di bawah koordinasi Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Wiedarti dkk, 2018:10).
GLS merupakan sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh untuk menjadikan sekolah sebagai organisasi pembelajaran yang warganya literat sepanjang hayat melalui sebuah pelibatan publik (Faizah dkk, 2016:2).
Sedangkan GLS menurut Sutrianto, dkk (2016:2) adalah sebuah upaya yang dilakukan secara menyeluruh yang dilakukan sekolah sebagai organisasi pembelajar yang warganya literat melalui pelibatan publik. Pelibatan publik dalam GLS untuk menyukseskan lingkungan literasi yang ada disekolah.
Literasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan bahasa dan gambar dalam bentuk yang beragam untuk menulis, membaca, mendengarkan berbicara, melihat, menyajikan serta berpikir kritis tentang ide-ide (Abidin dkk, 2018:1).
Pelajaran ilmu sosial salah satunya adalah pelajaran sejarah menuntut siswa gemar membaca buku-buku cerita. Sehingga bisa memahami berbagai persoalan yang pernah terjadi.
Permasalahan yang penulis hadapi di sekolah di masa sekarang adalah sulit untuk menumbuhkan minat siswa membaca buku-buku yang berkaitan dengan pelajaran sejarah. Karena siswa lebih tertarik membaca komik ataupun novel.
Langkah-langkah dalam penyelesaian dari persoalan yang penulis hadapi adalah dengan memberikan penugasan dua tahap. Tahap pertama, memberikan apersepsi kepada siswa dengan menunjukkan buku Penelusuran Sumber Sejarah Kuno yang isinya adalah foto-foto sumber sejarah kuno di Kabupaten Temanggung baik itu sumber sejarah tertulis maupun sumber sejarah tidak tertulis atau berwujud benda.
Langkah selanjutnya membagi kelas dalam 7 kelompok. Kelompok 1 membahas tentang situs Bansari, kelompok 2 membahas situs Jumo. Kelompok 3 membahas situs Ngadirejo, kelompok 4 membahas situs Kandangan.
Kelompok 5 membahas situs Parakan, kelompok 6 membahas situs Candiroto. Sedangkan kelompok 7 membahas situs Kranggan. Kemudian setiap kelompok membuat ringkasan. Dan masing-masing kelompok akan menyampaikan hasil dari membaca buku tersebut.
Penugasan tahap kedua langkahnya adalah setelah membaca buku Sumber Sejarah Kuno di Temanggung penugasan kepada siswa untuk melakukan observasi di tempat-tempat yang terdapat benda-benda bersejarah yang letaknya paling dekat dari tempat tinggal.
Lalu setelah observasi atau peninjauan langsung ke tempat-tempat yang terdapat benda-benda bersejarah siswa dapat menyusun laporan sederhana yang berisi hasil observasi langsung. Selanjutnya mengumpulkan laporan.
Kegiatan guru selama kegiatan penugasan adalah memberikan pendampingan kepada siswa apabila ada pertanyaan. Lalu memberikan penilaian dalam proses presentasi dan memberikan penilaian dari laporan yang disusun oleh kelompok.
Harapan penulis sebagai guru sejarah bahwa siswa-siswa benar-benar memahami tentang capaian pembelajaran sumber-sumber sejarah dan capaian pembelajaran akulturasi kebudayaan Hindu Buddha di Kabupaten Temanggung.
Manfaat utama bagi sekolah dari membaca buku Penelusuran Sumber Sejarah Kuno di Temanggung ternyata dapat mendukung GLS atau gerakan Literasi Sekolah yang sudah diterapkan sejak 2019.
Sedangkan manfaat bagi siswa yang pertama mengetahui bahwa di Kabupaten Temanggung terdapat bukti-bukti sejarah baik itu benda maupun tulisan (prasasti). Manfaat kedua, siswa lebih memahami dalam belajar sejarah terutama materi tentang sumber sejarah dan materi pengaruh masuknya agama dan kebudayaan Hindu Buddha. (uj2/lis)
Guru Sejarah di SMK Negeri 2 Temanggung