RADARSEMARANG.COM – Anak-anak putus sekolah tetap punya harapan untuk masa depan. Di Pondok Pesantren Shirothol Mustaqim mereka belajar ilmu agama. Harapannya bisa disebarkan ke masyarakat luas.
Pondok Pesantren Shirothol Mustaqim Semarang berada di Jalan Gedong Songo III RT 4 RW 2 Kelurahan Manyaran, Kecamatan Semarang Barat. Terdapat dua asrama, untuk santri dan santriwati. Masjid Shirothol Mustaqim yang berdiri tiga lantai menjadi pusat kegiatan belajar mengajar.
Koordinator Dewan Guru Ponpes Shirotol Mustaqim, H Agus Salim menjelaskan, awalnya ponpes ini untuk pembinaan kalangan remaja yang tidak melanjutkan sekolah. Santri ada yang hanya lulusan SD, SMP atau SMA yang tidak bisa meneruskan ke jenjang pendidikan lebih tinggi. Tapi kini ada pula yang kuliah sambil mondok. “Ada juga santri SMA yang meneruskan di jenjang perguruan tinggi, dia masuk ke pesantren,” katanya.
Pondok Pesantren Shirothol Mustaqim memiliki visi misi menciptakan generasi yang alim dan mengerti ilmu agama. Ber-akhlakul karimah atau berperilaku baik dan memiliki kemandirian.
Ilmu faqih paham permasalahan agam. Akhlakul Karimah memiliki perilaku yang baik, dan memilki kemandirian. “Generasi penerus kita harapkan, memiliki kejujuran, rukun, kompak, kerja sama yang baik, amanah atau bisa dipercaya,” katanya.
Diceritakan, Yayasan Shirothol Mustaqim berdiri pada 1980an. Dimulai dari pembinaan lokal sekitar Semarang. Pada 1990an hingga 2000an, akhirnya banyak santri yang datang dari luar daerah Semarang, seperti Batang, Jakarta, Kalimantan, Sulawesi, dan Sumatera. “Santri sekarang nasional, hampir semuanya ada. Bahkan pernah dari Australia ke sini,” katanya.
Kegiatan di Pondok Pesantren Shirothol Mustaqim ketika Ramadan hampir sama dengan kegiatan sehari-hari pada umumnya. Setelah salat Subuh, asntri akan dibagi dalam lima kelas.
Kelas 1 khusus bacaan menulis pegon. Kelas 2 yakni kelas lambatan atau mulai mengaji makna secara lambat. Kelas 3 mengaji secara cepat. Kelas 4 persiapan kelulusan, mengikuti ujian untuk menjadi guru-guru TPQ. Kelas 5 merupakan kelas lanjutan yang mempelajari enam hadist besar atau kutubussittah. “Ada hadist Bukhori, hadist Muslim, hadist Sunan Abu Dawud, hadist Sunan Tirmidzi, hadist Sunan Nasai, dan Sunan Ibnu Majah. Itu ditempuh selama satu tahun, bagi yang sudah lulus di Ponpes awal,” katanya.
Bekali Santri dengan Ilmu Wirausaha
Saat ini ada 40 santri yang belajar di Ponpes Shirothol Mustaqim. Selama 1,5 tahun, mereka digembleng untuk menjadi guru TPQ di Semarang dan sekitarnya. Setidaknya ada 40 TPQ yang akan mendapatkan guru lulusan Ponpes Shirothol Mustaqim. “Seperti mubaligh kalau laki-laki, kalau perempuan menjadi mubalighoh,” kata Koordinator Dewan Guru Ponpes Shirotol Mustaqim Agus Salim.
Para santri ini tak hanya belajar agama. Mereka juga dibekali keterampilan wirausaha untuk melatih kemandirian. Seperti pelatihan pranatacara atau tukang cukur. Tentu keterampilan ini diharapkan bisa berguna saat santri kembali ke masyarakat. “Jadi mereka bisa berwirausaha, dan ekonomi mandiri,” ujarnya.
Masjid Shirothol Mustaqim digunakan untuk beribadah dan pusat belajar mengajar. Saat sore hari digunakan untuk TPQ anak. Setelah Maghrib hingga Isya, giliran remaja usia SMP. Dilanjutkan siswa SMA dan mahasiswa setelah Isya.
Agus Salim berpesan, para santri harus bisa bekerjasama dengan masyarakat umum. Santri dan santriwati sudah terbiasa ikut gotong royong dalam kegiatan masyarakat, sehingga mereka bisa membaur bersama warga. (fgr/ton)