RADARSEMARANG.COM – Pondok Pesantren Difabel Al Firdaus menerapkan metode pendekatan kekeluargaan untuk mengajar para santrinya. Pasalnya, santri di Ponpes ini berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Mereka memiliki keistimewaan khusus.
Secara umum, aktivitas pesantren selama Ramadan di Ponpes Difabel Al Firdaus Boja ini, sama dengan pesantren lainnya. Yakni belajar, mengaji, hingga bermain. Namun, ada beberapa kegiatan khusus yang diajarkan untuk para santri. Adalah aktivitas fisik seperti bermain alat musik, membatik, hingga mengemas kopi.
“Itu untuk merangsang saraf motorik anak-anak. Karena santri di Ponpes kami istimewa, tidak seperti anak pada umumnya,” ujar Pengasuh Ponpes Difabel Al Firdaus Boja Fatchullah Akbar Allatif.
Akbar mengatakan, pesantren yang berdiri sejak 2015 ini, berawal dari SLB Insan Tiara Bangsa. Waktu itu, pihaknya mengembangkan kurikulum pesantren khusus di SLB. Lantaran, anak-anak difabel perlu landasan dan pemahaman yang kuat tentang ilmu agama. Namun, hal itu juga dikembangkan sesuai dengan kondisi para santri. Saat ini, ada 97 santri yang belajar di Ponpesnya. Mereka berasal dari Kendal hingga Semarang.
“Istilahnya kami itu momong. Agar anak-anak istimewa itu punya landasan dan pemahaman agama yang kuat yang sesuai dengan kondisi mereka,” jelasnya kepada RADARSEMARANG.COM.
Tak hanya itu, dalam pembelajaran ilmu agama Ponpes ini juga memakai dasar Fiqih Disabilitas. Itu sebagai dasar dalam menyampaikan pengetahuan kepada para santri. Pasalnya, santri di Ponpes ini tidak bisa disamaratakan dengan kondisi anak yang normal.
Adapun dalam proses pembelajaran, Ponpes Difabel Al Firdaus ini mengedepankan pendekatan kekeluargaan. Tak heran, jika satu santri hanya bisa cocok dengan satu guru saja.
“Sistem pengajaran kami tidak boleh monoton. Kami mengutamakan pendekatan kekeluargaan. Karena anak-anak kalau udah cocok dengan satu guru, gak bisa disentuh guru yang lain. Sebelum guru tersebut menyerahkannya. Ini salah satu keistimewaan anak-anak kami,” terang Akbar.
Hanya Santri Mandiri yang Bisa Menginap
Keterbatasan fisik hingga sarana dan tenaga pengajar rupanya tidak bisa menggerus semangat anak-anak dalam belajar. Namun, saat ini, Ponpes Difabel Al Firdaus hanya menerima anak-anak yang sudah bisa mandiri sebagai santri yang menginap di ponpes.
“Sementara kita hanya mengambil anak-anak yang sudah bisa mandiri (untuk menginap). Kalau untuk sekolah, semua kita terima. Tidak terkecuali bagi yang belum bisa mandiri (mandi, makan dan beraktivitas sehari-har tanpa dibantu),” tambahnya.
Adapun aktivitas anak yang tidak menginap di pesantren, yakni selesai jam sekolah wajib untuk mengaji sampai sore. Kemudian, untuk yang mukim atau tidur di pondok, setelah selesai mengaji lalu istirahat. Setelah maghrib hingga isya lanjut belajar mengaji lagi.
“Contoh kegiatan khususnya adalah dalam rangka bisa baca tulis Alquran kita bimbing di sela mereka bermain dan beraktivitas sehari – hari,” kata Akbar.
Meski begitu, Akbar berharap, para santri di Ponpes Al Firdaus bisa menjadi santri yang teladan di masyarakat. Itu karena, santri di Ponpesnya adalah santri istimewa.
“Namun bukan berarti diistimewakan di masyarakat. Karena di mata Allah kita semua sama, yang membedakan adalah amal ibadah kita,” tandasnya. (dev/ton)