RADARSEMARANG.COM – Dimas Indra Febriyanto gemar mengumpulkan poster-poster film bioskop lawasan dan segala pernak-perniknya. Ia lahir, tumbuh dan hidup di lingkungan bioskop. Baginya, koleksi yang dimiliki merupakan bagian dari separuh jiwanya.
Dimas – sapaan akrabnya – mengaku ayahnya, Daryono, pemimpin tertinggi di Bioskop Kartika Salaman, Kabupaten Magelang awal tahun 1984. Sang ibu penjaga tiketnya. “Sejak bayi sampai besar, saya tinggal di bioskop. Tidurnya di balik dinding layar bioskop,” kenangnya.
Ia kerap terbangun di tengah malam dan menangis. Karena harus menyusul ayah dan ibunya yang bekerja. “Ayah dan ibu saya itu kerja di bioskop itu dari awal buka sampai tutup sekitar tahun 2002, tidak pernah pindah,” akunya.
Setelah bioskop tutup, keluarga Dimas masih bertahan di Tempuran. Kemudian pindahan ke Kendalgrowong, Pucungrejo, Muntilan, Kabupaten Magelang tahun 2012. Lalu, ia menyadari beberapa poster film dan pernak-pernik bioskop yang pernah dikumpulkan bersama ayahnya hilang. “Sejak itu, saya harus mencari lagi, harus punya lagi, dan kalau nggak punya harus beli,” ujarnya.
Suara Dimas tiba-tiba lirih. Ia tertunduk. Berusaha menyembunyikan kesedihannya saat bertanya seberapa berharga koleksi-koleksinya. “Ini adalah separuh jiwaku,” tutur Dimas menahan air matanya. Namun akhirnya, ia menumpahkan dan bergegas mengusap air matanya dengan selembar tisu.
Ia sapukan ke kedua mata dan pipinya, sambil sesenggukan. “Nggak kuat kalau ngomongin ini,” ucapnya mengenang almarhum sang ayah.
Dimas kemudian membongkar-bongkar koleksinya. Ada sebuah papan besar yang ditempeli poster berukuran jumbo, berukuran 1 meter x 70 centimeter. “Ini asli, saya bawa dari bioskop,” akunya.
Lalu ada poster-poster film lobi berbahan kertas karton. Dia menyebut, poster lobi ini sangat otentik. Ditandai dengan bekas-bekas lubang paku pines. Poster lobi hanya diberikan sanggar film sebanyak satu lembar. Jika film telah selesai diputar, maka rol film, poster lobi dan poster kain dikembalikan lagi ke sanggar film untuk dipakai bergantian dengan bioskop lainnya.
Koleksi lain adalah poster film bioskop jenis flyer yang disimpan dalam album. Flyer ini merupakan media promosi bioskop yang biasanya disebar ke masyarakat saat melakukan promosi menggunakan mobil keliling. Flyer ukurannya lebih kecil. Kertasnya lebih tipis. “Ciri khasnya gambarnya bolak-balik. Yang depan warna, belakangnya hitam putih,” tuturnya.
Ia juga menunjukkan sebuah paket yang belum dibongkar selama berbulan-bulan. Secara eksklusif, paket itu dibuka untuk RADARSEMARANG.COM. Isinya mengejutkan. Beberapa kaleng rol film ekstra atau trailer. “Saya punya dua stemple bioskop di tempat ayah saya bekerja. Ini otentik, karena bioskop hanya membuat satu stemple saja,” terangnya.
Kemudian, sebuah papan penunjuk jam tayang berangka “7”. Menurutnya papan ini biasanya diletakkan di atas meja loket. Saat sang ibu berjualan karcis film yang akan diputar. “Sebenarnya ada satu set, tapi hilang. Sisa ini saja.”
Koleksi terakhir yang ditunjukkan adalah karcis. Sekarang lebih dikenal dengan tiket. “Yang belum saya punya adalah proyektor film, sudah ada pandangan, tapi belum saya pastikan lagi keasliannya,” ungkapnya.
Melihat berharganya koleksi ini, Dimas selalu merawatnya. Untuk flyer, disimpan di album. Sedangkan poster lobi dibungkus plastik hitam yang di dalamnya dilapisi kardus tebal, dan diberi silika. “Kertas itu musuhnya rayap, jamur, dan air,” tuturnya.
Khusus untuk poster film jumbo, ia gulung. Sejauh ini, Dimas belum berniat menjual koleksinya. Jika ada yang berminat, mungkin ia akan melepas. “Tapi hanya untuk koleksi-koleksi yang kembar,” tambahnya. (put/fth)