RADARSEMARANG.COM – Dusun Sibimo, Desa Brokoh, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang ini punya kisah misterius. Hanya boleh ada tujuh rumah yang berdiri di dusun terpencil ini. Lokasinya di balik kawasan hutan pinus.
Cuaca siang itu sedikit mendung. Matahari hanya sesekali terlihat memancarkan sinar dari balik awan. Waktu hampir menginjak tengah hari. Wartawan RADARSEMARANG.COM tengah berada di antara perkampungan Desa Brokoh, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang, Senin (16/5).
Cukup sepi. Hanya ada lalu lalang beberapa orang mengenakan caping membawa parang dan potongan kayu. Sampai di ujung perkampungan yang berbatasan dengan hutan, wartawan RADARSEMARANG.COM berhenti sejenak. Menanyakan letak Dusun Sibimo.
Setelah memutar arah, sampailah di pertigaan menuju kampung misterius tersebut. Jalan menuju lokasi berupa aspal yang sudah terkelupas. Jarak yang ditempuh sekitar 800 meter. Jalur itu membelah area hutan pinus Alas Kupang. Pepohonan di sana terlihat gagah menjulang tinggi. Namun sayang, sebagian kecil pepohonan di kanan jalan sudah ditebang.
Meski demikian, suasana di sana tetap membuat bulu kuduk merinding. Ditambah cuaca mendung yang menyelimuti langit. Keluar dari area itu, jalan sudah kembali mulus. Lebarnya hanya sekitar tiga meter. Beberapa rumah warga mulai terlihat. Ternyata benar, itu merupakan Dusun Sibimo.
Rumah-rumah di sana berada di kiri dan kanan jalan. Kondisi bangunannya kebanyakan sudah bernuansa modern. Ada beberapa yang masih terlihat seperti bangunan lawas. Salah satunya milik Tarsono, 74, warga paling tua yang tinggal di sana.
Ia menjelaskan, cerita mistis terkait kampung yang hanya boleh ada tujuh rumah sudah terputus. Sesepuh yang mengerti cerita tersebut sudah pindah ke kampung lain. Para pemuda dan warga di sana sudah tidak mengetahui mitos secara detail.
“Sekarang sudah ada tujuh rumah di sini. Sebelumnya, hanya ada enam rumah. Baru saja ditempati tiga bulan yang lalu,” ucapnya dalam bahasa Jawa.
Cerita yang beredar di masyarakat luas menyebutkan bahwa Dusun Sibimo hanya boleh berdiri tujuh rumah. Mitos itu sudah ada sejak ratusan tahun lalu. Konon katanya, jika ada yang melanggar akan ada malapetaka.
Kampung tersebut sebelumnya terisolasi. Jalan aspal di sana baru dibangun pada 2021. Begitu juga dengan aliran listrik dari PLN. Tiang-tiang listrik baru ada pada September tahun kemarin. Sebelumnya, warga hanya menggunakan listrik dari musala dari Dusun lainnya. Lokasinya berjarak sekitar 1 kilometer.
“Waktu saya kecil rumah di sini banyak. Ada 11 rumah. Setelah itu, ada yang orangnya meninggal, pindah. Sampai jadi enam rumah,” ucapnya.
Ia menambahkan, warga setempat sekarang bisa dikatakan percaya tidak percaya terhadap mitos itu. Sehingga tidak mempermasalahkan jika ada yang ingin membangun rumah lagi di Dusun Sibimo. Namun permasalahannya, lahan di kampung itu sebagian besar dimiliki oleh warga dari luar kampung.
“Sekarang kalau ada yang mau bangun rumah lagi di sini saya kira tidak apa-apa. Wong itu kan namine hanya kabar-kabar. Asline nggih boten nopo-nopo,” terangnya.
Kepala Desa Brokoh Mukmin saat dihubungi RADARSEMARANG.COM membenarkan adanya mitos yang beredar di masyarakat tersebut. Dahulu rumah-rumah di sama masih berupa kayu. Populasinya juga tidak terlalu banyak. Sekarang hanya ada sekitar 25 orang.
Warga di sana mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani. “Masyarakat mempercayai, yang bermukim di sana maksimal tujuh rumah. Kalau lebih, biasanya akan terjadi permasalahan. Seperti tidak betah, ada malapetaka, dan lain sebagainya,” ujarnya.
Sesepuh Dusun Sibimo yang sudah pindah ke kampung lain, Tarji, pernah memberi keterangan. Ia lahir tahun 1927. Dusun Sibimo aman sejak dahulu kala. Begitu juga saat zaman penjajahan. Ia pun menyaksikan sendiri, para penjajah dari Belanda dan Jepang yang datang ke Sibimo tidak melakukan apa-apa.
Menurutnya, Dusun Sibimo tidak boleh ditempati banyak rumah. Harus tujuh rumah, lebih dari itu akan kacau. Ada sesuatu yang tidak diinginkan. Konon pernah ada warga yang tidak percaya. Kejadiannya sekitar tahun 1980-an.
Ada warga nekat membangun rumah, sehingga menjadi delapan rumah. Keluarga itu terkena musibah. Anggota keluarganya ada yang bunuh diri. Akhirnya, rumah yang baru dibangun itu dipindah ke tempat lain.
Berbagai persoalan lain juga muncul saat ada yang nekat membangun rumah. Seperti gantung diri, nekat minum racun tikus di hutan, sampai penghuninya tidak merasa betah. Hingga saat ini, belum diketahui secara pasti asal mula mitos tersebut. (yan/aro)