RADARSEMARANG.COM, Literasi merupakan salah satu aspek penting yang harus diterapkan di SD. Melalui kegiatan literasi membaca siswa akan terbiasa membaca untuk menambah wawasan dan kecerdasan siswa. Kegiatan literasi juga mempunyai manfaat untuk memupuk minat dan bakat dalam diri peserta didik sejak usia dini. Literasi merupakan salah satu aktivitas penting dalam hidup seseorang.
Sebagian besar proses pendidikan bergantung pada kemampuan dan kesadaran berliterasi. Budaya literasi yang tertanam dalam diri peserta didik mempengaruhi tingkat keberhasilan dan kemampuan peserta didik untuk memahami informasi secara analitis, kritis, dan reflektif (Kemendikbud: 2010).
Dengan berliterasi sangat mendukung keberhasilan seseorang dalam menangani berbagai persoalan dalam kehidupan sehari- hari. Melalui kemampuan berliterasi, seseorang tidak saja memperoleh ilmu pengetahuan, tetapi juga bisa mendokumentasikan sepenggal pengalaman yang menjadi rujukan di masa yang akan datang.
Budaya literasi mempunyai banyak manfaat, di antaranya menambah kosa kata, mengoptimalkan kerja otak, menambah wawasan dan informasi baru, meningkatkan kemampuan interpersonal, mempertajam diri dalam menangkap makna dari suatu informasi yang sedang dibaca, mengembangkan kemampuan verbal, melatih kemampuan berpikir dan menganalisa, serta melatih dalam hal menulis dan merangkai kata-kata yang bermakna.
Dengan adanya manfaat berliterasi yang begitu banyak, sedangkan program literasi di SD Negeri Dukuh 03 Kota Salatiga belum berjalan dengan baik dan pemanfaatan perpustakaan juga belum maksimal, maka kita membuat program Burasikaca atau buku literasi suka membaca, di mana 15 menit sebelum pembelajaran dimulai siswa kelas 4, 5 dan 6 diharapkan membaca buku nonfiksi kemudian siswa menuliskan ringkasan bacaan yang telah dibaca ke dalam Burasikaca. Sedangkan untuk anak- anak kelas rendah dibacakan buku cerita oleh guru. Setelah itu, guru bertanya kepada siswa nilai- nilai yang terkandung di dalam cerita tersebut. Anak disuruh menyebutkannya.
Dengan adanya program Burasikaca tersebut mempunyai harapan minat membaca dan keterampilan membaca siswa meningkat serta menguasai dan mampu mempelajari berbagai pengetahuan (Retnaningdiyahdkk, 2016: ii). Adanya pojok baca kelas guru mewajibkan siswa membawa buku non pelajaran di setiap tahunnya untuk disumbangkan di sekolah.
Seminggu sekali siswa dibebaskan untuk membuat puisi, cerpen, atau membuat opini dari buku yang dibaca. Setelah itu, siswa diwajibkan untuk bercerita di depan kelas. Dengan adanya program Burasikaca ini, ada beberapa guru yang mengeluh, karena tugas guru juga bertambah. Tetapi program ini tetap kita jalankan demi meningkatkan kemampuan membaca siswa.
Sekolah juga akan mengadakan kunjungan ke perpustakaan daerah. Siswa akan sangat antusias dalam mencari buku bacaan, seperti cerita dongeng, cerpen, novel, puisi, maupun berita terkini yang mereka cari di perpustakaan sekolah tidak ada. Posterisasi yang berisi tulisan tentang motivasi atau tata tertib yang berlaku di sekolah, dan pohon literasi yang berisi rangkuman dari yang dibaca siswa. Pasca pandemi Covid-19 kegiatan belajar tatap muka sudah dimulai lagi meskipun masih dengan sistem sif.
Dengan pembelajaran tatap muka terbatas (PTMT), kegiaan literasi secara langsung di sekolah bisa dilaksanakan meskipun harus membenahi pojok baca maupun perpustakaan, karena lama tidak terpakai selama masa pandemi. Dengan literasi offline, kendala-kendala seperti tidak adanya referensi bacaan di rumah untuk peserta didik dapat teratasi.
Peran literasi digital dalam pembelajaran daring selama pandemi Covid-19, telah diprediksi menjadi kunci dan pondasi penting dalam bidang pendidikan pada masa depan. Selanjutnya akan diarahkan untuk memahami dan menuangkan hasil bacaan peserta didik ke dalam sebuah karya melalui cerita pendek, komik, atau cerita fiksi lainnya.
Tidak kalah pentingnya adalah membangun komunikasi dengan orang tua untuk mendampingi putra-putri mereka membaca di rumah. Juga memotivasi anak untuk membaca agar tumbuh kesadaran dalam diri mereka. Misalnya, melalui nyanyian-nyanyian yang merangsang keinginan mereka untuk membaca buku. Berikutnya , membuat gerakan one child one book.
Setiap anak harus mempunyai satu buku sesuai tingkatan usia mereka. Untuk gerakan ini, pihak sekolah bisa berkomunikasi dengan orang tua peserta didik agar ikut andil dalam menyiapkan anak mereka, terutama dalam hal bacaan (Ki Hadjar Dewantara, 1977 dalam Rohman : 2017). (*/aro)
Kepala SD Negeri Dukuh 03 Kota Salatiga