27 C
Semarang
Wednesday, 16 April 2025

Menelusuri Jejak Soegiarin, Jurnalis Penyebar Berita Kemerdekaan RI Kepada Dunia

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Almarhum Soegiarin merupakan jurnalis yang bekerja bersama mantan Menteri Luar Negeri Adam Malik dan menyiarkan proklamasi kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia.

Ia menjadi satu-satunya warga Jateng yang berperan besar menyiarkan berita itu. Tak lain karena kepandaiannnya membaca sandi morse. Berikut kesaksian sang adik, Soegiyarno.

Soegiarin lahir di Grobogan pada 13 Juli 1918. Ia meninggal di Jakarta pada 2 November 1987, dan dimamkamkan di Bergota Semarang sesuai dengan wasiatnya. Soegiarin merupakan seorang jurnalis dengan kemampuan sebagai markonis atau penyiar berita morse.

Ia punya adik bungsu. Namanya Soegiyarto. Usianya 91 tahun. Ia tinggal di Jalan Siliwangi No 468, Kalibanteng Kulon, Semarang Barat. Meski sudah lanjut usia, Soegiyarto bisa runtut menceritakan perjuangan sang kakak.

Saat ditemui koran ini, Soegiyarno menceritakan kisah hidupnya bersama sang kakak yang sangat disayangi dan dibanggakan. Menurutnya, kakaknya tak hanya pandai dalam hal akademik.  Soegiarin merupakan lelaki supel yang pintar bergaul dengan banyak orang. Wajahnya tampan, dan pandai bermain musik. Hampir semua temannya menyukai sosok Soegiarin.

Saat muda sekitar usia 30 tahun, ia pernah diajak sang kakak melakukan kerja jurnalistik. Kala itu, ia tinggal berpindah dari kota ke kota. Selama kurang lebih setahun, ia mempublikasikan berita yang diterjemahkan kakaknya dari saluran radio. Dalam selembar kertas, beritanya dijual kepada pemerintah lokal maupun masyarakat.

“Saya yang memasarkan. Dia yang mendengar dan menerjemahkan morsenya. Memang saat itu bukan koran, tapi apa namanya kalau bukan kerja jurnalis?” ungkapnya kepada RADARSEMARANG.COM.

Di masa lalu, akses informasi sangat terbatas. Sehingga biasanya sebuah berita ditempelkan di dinding khusus. Lalu masyarakat bisa mendatangi secara bergantian untuk mencari tahu informasi baru.

Di usianya yang hampir menginjak satu abad, Soegiyarno tergolong sehat. Meski pendengaran sedikit berkurang dan koran ini perlu bertanya dengan suara keras di telinganya. Namun ia masih mampu berkomunikasi dengan baik dan menceritakan semua kejadian di masa lalu.

Ia masih ingat betul kenangan saat sang kakak sering dikunci dari luar rumah oleh orang tuanya lantaran pulang larut malam. Kakaknya biasanya memanjat pohon samping rumah dan masuk lewat atap. Ia tertawa mengingat kenangan itu.

Kepandaian kakaknya menerjemahkan sandi morse didapat saat menempuh sekolah pelayaran. Dengan kepribadian yang pandai bergaul, ia sangat cocok menjalankan kerja jurnalis. Bahkan saat bekerja di surat kabar Tanah Air yang paling terkenal di Semarang kala itu, Soegiarin sekaligus merangkap bagian pemasaran.

Ia masih berhubungan baik saat kakaknya berpindah tugas ke kantor berita perang milik Jepang di Jakarta. Di stasiun radio bernama Kantor Domei, Soegiarin diminta Adam Malik untuk menyelinap dan menyiarkan kemerdekaan.

“Saya masih ingat sebelum itu ditelepon kakaknya, katanya siap-siap dengar radio jam 10 ada berita penting,” ujarnya.

Ia mengatakan, kala itu semua orang seperti wartawan menyebarkan berita kemerdekaan ke seluruh penduduk Indonesia. Kerja jurnalisme menjadi penting untuk mendukung rakyat mewujudkan kemerdekaan yang telah lama diimpikan.

Diakui, meski disebut penjajah kejam, ia menyadari Jepang cukup menggugah Indonesia untuk merdeka setelah penjajahan panjang. Matanya lebih terbuka, rakyat biasa diberi akses pendidikan di sekolah rakyat. “Zaman Belanda, jangankan sekolah, membuat koran, politik saja dilarang,” tegasnya.

Lebih lanjut ia menceritakan sepak terjang kakaknya di dunia penyiaran. Dikatakan, Soegiarin termasuk salah satu orang terpercaya bagi Bung Karno. Ketika itu, kakaknya berusia sekitar 40 tahun. Sedangkan Soegiyarto sekitar 29 tahun atau terpaut 11 tahun.

Keduanya sangat akur dan rukun sebagai kakak beradik. Bahkan sering berkeja sama dalam hal bisnis demi menghidupi keluarga. Ia pandai bernyanyi, dan sang kakak bermain musik. Mereka pernah bekerja dengan melakukan live musik di sebuah restoran.

Ia mengingat kakaknya rajin menumpuk koran dan dijual untuk memenuhi kebutuhan. “Kadang buat beli wedang ronde atau kebutuhan lainnya,” ungkapnya.

Hari-harinya dipenuhi kenangan yang lekat dengan jurnalisme. Ia memahami seberapa besarnya peran jurnalis untuk memperjuangkan hak rakyat. Ia berpesan kepada generasi muda dapat meneruskan perjuangan para tokoh di zamannya dengan lebih hebat dan berani. (taf/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya