31 C
Semarang
Saturday, 19 April 2025

Beraroma Nangka, Sudah Diekspor hingga ke Jerman dan Belanda

Navidia Dwi Handika Mubiarto Kembangkan Kopi Excelsa dari Kaki Gunung Ungaran

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM, Kopi Excelsa dulu kurang dilirik. Kopi yang asal muasalnya dari Belanda ini sekarang dikembangkan oleh Navidia Dwi Handika Mubiarto. Tak hanya menanam, dia juga mendirikan kafe dengan menu andalan kopi Excelsa.

LISA MUSAFIIN, Ungaran, Radar Semarang

ANGKAT KOPI LOKAL: Kedai Bantir Excel Koffei dengan menu andalan kopi Excelsa. (kanan) Navidia Dwi Handika Mubiarto, pemilik kedai. (LISA MUSAFIIN/RADARSEMARANG.COM)
ANGKAT KOPI LOKAL: Kedai Bantir Excel Koffei dengan menu andalan kopi Excelsa. (kanan) Navidia Dwi Handika Mubiarto, pemilik kedai. (LISA MUSAFIIN/RADARSEMARANG.COM)

SORE itu, mendung tipis menyelimuti langit di kaki Gunung Ungaran. Asap putih mengepul dari segelas kopi yang terhidang di atas meja. Hawa dingin begitu merasuk ke dalam tubuh. Namun hanya sedetik ketika hangatnya minuman hitam beraroma nangka itu sukses meluncur ke dalam kerongkongan.

Kopi Excelsa begitulah sebutannya. Kopi yang ditanam di kebun milik Navidia Dwi Handika Mubiarto, 25, itu menjadi pilihan dalam bisnis kopinya. Ia bersama kekasihnya, Lina Regina Notalia, 23, membuka kedai kopi yang diberi nama Bantir Excel Koffei pada 2017 silam.

Di kedai kopi yang terletak di Dusun Bantir, Desa Losari, Kecamatan Sumowono, Kabupaten Semarang ini, Dika dan Lina- sapaan akrab keduanya– memulai bisnis kuliner dengan andalan kopi.

Bantir Excel Koffei memiliki arti tersendiri. Bantir yang berarti tempat kedai kopi itu berdiri. Excel diambil dari kopi Excelsa yang menjadi kopi point centre dari kedai miliknya. Dan koffei sendiri bahasa Belanda dari kopi. Diambilnya dari bahasa Belanda karena kopi Excelsa pada awalnya berasal dari Negeri Kincir Angin tersebut. Meski begitu mereka juga menyediakan kopi lain, seperti Robusta dan Arabika. Hanya saja, mereka lebih tertarik kepada kopi Excelsa varietas Liberica itu.

Dari ketiga varietas kopi Arabika, Robusta, dan Excelsa memiliki ciri khas tersendiri. Untuk ciri-ciri pohonnya, kopi Arabika daunnya kecil dan memanjang. Pohonnya tidak terlalu tinggi. Aroma kopi Arabika cenderung asam seperti lemon. Sedangkan kopi Robusta, daunnya besar dan lebar. Pohonnya tidak terlalu tinggi. Untuk aromanya seperti Gula Jawa.

Untuk kopi Excelsa daunnya memanjang dan lebar. Pohonnya tinggi, bahkan saat memanen harus memakai tangga. Untuk aromanya cenderung ke aroma nangka. Tak ayal, jika sekarang banyak orang yang mulai mencari kopi Excelsa karena aromanya yang unik. Beda dengan kopi Arabika, Robusta maupun Espresso yang mudah ditemui di kafe-kafe.

“Awalnya kopi Excelsa itu peminatnya sedikit. Ini termasuk kopi legend yang masuk ke Indonesia. Jadi, saya tertarik untuk mengenalkan kopi lokal Excelsa dari kaki Gunung Ungaran ini,” kata Dika yang kerap memakai topi flat cap itu.

Ia juga tak takut meski sekarang marak aneka minuman dari olahan kopi Espresso seperti Latte dan Cappucino.

“Sekarang itu orang-orang sudah pada melek kopi. Mereka yang datang ke sini malah banyak yang nyari kopi Excelsa. Kopi yang hampir punah,” ujarnya kepada RADARSEMARANG.COM.

Alumnus sekolah penerbangan ini mengaku, kecintaannya terhadap kopi lokal sangat besar. Hingga ia memutuskan mengembangkan kopi lokal dengan membuka kedai kopi.

Ia menceritakan, awal membuka kedai di tempat wisata Bantir Hills yang berada di lereng Gunung Ungaran. Namun belum ada setahun, ia dan kekasihnya memilih membuka kedai kopi di rumahnya.

Menurut Dika, membuka bisnis kopi di tempat wisata ternyata tidak jaminan ramai pengunjung. Karena itu, ia tidak mau mengandalkan para pengunjung tempat wisata.

“Awalnya buka di sana (Bantir Hills) rame, tapi lama-lama ndak rame lagi, akhirnya pindah ke sini,” tambah Lina, yang lulusan sarjana ekonomi manajemen ini.

Lina dan Dika menyulap teras rumah joglo itu menjadi kedai kopi lengkap dengan ornamen-ornamen kuno. Ada lukisan abstrak. Ada mesin ketik lama. Ada foto-foto jadul menghiasi sebagian besar dinding. Tak lupa tempat duduk dari kayu yang didesain menonjolkan seni.

Dikatakan Dika, tak semua kopi yang dijual hasil kebun sendiri. Hanya kopi Excelsa yang dipetik dari kebunnya. Sebagian lagi untuk kopi Robusta dan Arabika diambil dari petani di wilayah Desa Genting, Kecamatan Jambu, Kabupaten Semarang.

Dika sendiri tak pelit ilmu soal kopi. Ia kerap membagikan informasi mengenai pengolahan kopi kepada para petani kopi. Termasuk kepada warga yang akan merintis bisnis kafe. Ia memetik kopi yang berwarna merah saja (petik cherry). Jika membeli dari petani, ia harus memilah kopi yang sudah merah.

Dijelaskan, ada empat proses pengeringan biji kopi, yakni natural, washed, honey, dan wine. Namun ia menggunakan natural process yang lumrah di kalangan orang-orang pedesaan. Begitu dipetik, kopi-kopi itu langsung dijemur kurang lebih dua minggu untuk hasil yang maksimal.

Selanjutnya, biji kopi yang sudah kering dilakukan pulping atau pemisahan biji dari kulit. Barulah ia melakukan roasting atau pemanggangan biji kopi. Tahapan selanjutnya, penggilingan biji kopi dengan grinder. Barulah ia seduh dari moka pot ke gelas atau mug.

Penyeduhannya juga berbeda-beda tergantung jenis minuman kopinya. Ada yang disaring dengan filter, atau dengan server jika menyajikan Vietnam Drip.

Kedai Bantir Excel Koffei buka pukul 10.00 pagi hingga 04.00 dini hari. Pengunjung tak jarang mendirikan tenda di halaman kedai. Tak hanya datang dari Kabupaten Semarang, Kota Semarang dan Salatiga. Ada juga yang dari Magelang, Temanggung, Magetan, Jogjakarta, bahkan Malang. “Pernah ada pengunjung dari kementerian juga,” katanya.

Ia juga membocorkan akan kedatangan Farid Stevy, seniman Jogja yang membuat logo film Filosofi Kopi dalam tour Jalan Skema. “Kemarin udah dikontak sama Bang Farid, tapi karena korona diundur lagi,” ujarnya.

Tak hanya menyediakan kopi racikan, Dika dan Lina juga menjual bubuk kopi berbagai varian, mulai kemasan 100 gram, 200 gram, setengah kg hingga 1 kg. Saat ini mereka juga memiliki 5 reseller dalam pemasarannya. Tak hanya dalam negeri, bubuk kopinya juga diekspor hingga Malaysia, Singapura, Jerman, dan Belanda. (*/aro)


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya