RADARSEMARANG.COM, Desa Bigaran memiliki potensi cokelat yang tak kalah menjanjikan. Melalui Balai Ekonomi Desa (Balkondes), Bigaran berupaya membranding diri sebagai desa penghasil cokelat.
RIRI RAHAYUNINGSIH, Mungkid, Radar Semarang

DESA Bigaran, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang terletak di Pegunungan Menoreh. Di perbatasan wilayah Kabupaten Magelang, dan Kulon Progo, DI Jogjakarta. Mayoritas warga Bigaran bermata pencaharian sebagai petani. Dengan kondisi geografis berupa dataran tinggi, mereka menanam aneka tanaman. Mulai cabai, ketela, hingga kakao.
Khusus kakao, mulanya buah itu tidak begitu laku. Mayoritas warga juga tidak tahu cara mengolahnya. Sehingga penjualan buah ini kurang maksimal. Namun sejak kehadiran Balkondes pada 2016, kakao-kakao di Bigaran mulai dikembangkan.
Balkondes Bigaran bahkan menamai dirinya sebagai Cokelat Ndeso Bigaran. Disponsori Angkasa Pura I, Balkondes Bigaran memiliki seperangkat alat produksi cokelat. Terusun rapi di ruang produksi berukuran kurang lebih 15 meter x 2 meter. Dengan alat produksi tersebut, Balkondes Bigaran mampu memproduksi bubuk cokelat maupun cokelat batangan. Berbahan dasar buah kakao yang dipanen petani kakao Bigaran.
“Warga bisa menjual kakao di Balkondes. Kalau di pasar dihargai Rp 18 ribu per kilogram, di sini bisa kami beri harga Rp 19 ribu,” tutur Siri Nuryani, salah satu pengelola Balkondes Bigaran ketika ditemui RADARSEMARANG.COM, Minggu (4/7).
Balkondes Bigaran pun memiliki tim produksi sendiri. Ada enam orang. Sebanyak tiga orang di bagian pengoperasian mesin, dan tiga orang di bagian packing. Oleh karena tidak saban hari memproduksi cokelat, mereka bekerja dengan sistem freelance.
Nuryani menjelaskan, dalam sekali produksi, biasanya Balkondes Bigaran menggunakan 5 kilogram kakao. Pertama, buah dikupas dan diambil bijinya. Kemudian difermentasi semalam. Selanjutnya, baru dijemur.
Usai dijemur, dipilih biji kakao yang berisi, disangrai, dan dipilah-pilah lagi. Dipisahkan dari kulit yang masih menempel. Jika menggunakan metode tradisional, biji yang terpilih lantas ditumbuk. Sementara jika menggunakan mesin, maka digiling.
Usai penggilingan, proses selanjutnya adalah pengepresan. Tujuannya untuk memisahkan lemak. “Yang nggak pakai lemak, untuk cokelat bubuk. Jadi lemaknya untuk cokelat batangan,” ucap Nuryani.
Cokelat batangan Cokelat Ndeso Bigaran ada yang dibuat cokelat asli, ada pula yang dicampur kacang. Namun, kata Nuryani, Cokelat Ndeso Bigaran cenderung tidak banyak menggunakan campuran, seperti susu.
“Tanpa pengawet juga. Jadi, kalau nggak ditaruh di kulkas, cokelatnya gampang empuk,”tuturnya.
Dari 5 kilogram kakao, bisa dihasilkan bubuk cokelat sebanyak 1 kilogram. Atau 24 batang cokelat batangan. Bubuk cokelat dibanderol mulai Rp 15 ribu per kemasan kecil, dan Rp 100 ribu untuk ukuran 1,5 kilogram. Sementara cokelat batangan dijual mulai Rp 10 ribu.
Namun sayang, ketika koran ini datang, mereka sedang tidak melakukan produksi. Pandemi berdampak pada penurunan penjualan cokelat. Mereka terakhir memproduksi usai Idul Fitri lalu. Itu pun beberapa batang cokelat dan beberapa kemasan cokelat bubuk.
“Sebelum pandemi, sehari paling tidak kami mendapat uang Rp 200 ribu dari penjualan cokelat,” kata Nuryani. “Kami juga menjual di bandara-bandara, seperti Jogjakarta International Airport, Kulon Progo,” imbuhnya.
Sebelum pandemi, Cokelat Ndeso Bigaran juga sering menjadi jujukan turis mancanegara. “Malah banyak yang suka cokelat belum jadi,” katanya.
Di Balkondes, tamu memang bisa belajar produksi cokelat. Biasanya malah tidak menggunakan mesin. Melainkan produksi secara manual. Di salah satu pendopo pun tersedia alat penumbuk dari batu.
Kendati kini sepi dihantam pandemi, Cokelat Ndeso Bigaran tetap bertahan. Di area Balkondes juga ditanami kakao. Malah, kata Nuryani, mereka sudah mengajukan proposal permintaan bibit kakao ke Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang. Dengan harapan, untuk menghidupkan pertanian kakao di Bigaran. “Kami juga bikin pelatihan dan mengajak warga agar bisa bikin cokelat sendiri. Ingin menghidupkan Bigaran sebagai sentra cokelat,” harapnya. (*/aro)