RADARSEMARANG.COM – Masjid Agung Payaman memiliki gaya arsitektur khas Jawa. Masjid yang berdiri tahun 1937 ini merupakan pusat syiar agama Islam di Magelang dan sekitarnya. Masjid ini didirikan oleh kiai kharismatik, yakni Kiai Haji Anwari Siradj.
Ketua Takmir Masjid Agung Payaman Kiai Arif Mafatihul Huda mengungkapkan, Kiai Siradj merupakan teman seperguran pendiri NU Hadratusyyekh KH Hasyim Asy’ari saat menimba ilmu di Makkah. “Mbah Siradj dulu bersahabat karib dengan KH Dalhar, kiai ahli thariqah dari Watucongol, Muntilan, Magelang,” jelasnya.
Semasa hidupnya, setelah ia pulang belajar di Tanah Suci Makkah selama delapan tahun. Ia selalu melakukan syiar agama ke masyarakat di Magelang. Apalagi waktu itu masyarakat Payaman masih sangat kental dengan budaya Kejawen. Kemudian tahun 1943, beliau merintis pondok pesantren yang dikenal dengan sebutan Pondok Kidul, lantaran letaknya yang berada di selatan Masjid Agung Payaman.
Dengan aktifnya Kiai Siradj menyebarkan agama Islam, tentara Belanda merasa curiga. Mereka menerbitkan surat penangkapan. Beliau ditangkap dengan tuduhan mengganggu stabilitas serta meresahkan masyarakat. “Setelah persidangan, akhirnya dinyatakan tak bersalah, beliau pun dibebaskan dari tahanan,” cerita Kiai Huda.
Seiring berjalannya waktu, santri-santri yang sudah lulus dari didikan Mbah Siradj, menjadi rebutan masyarakat. Akhirnya demi memberikan kesempatan santri muda mengaplikasikan ilmunya, Mbah Sirajd memutuskan untuk menampung santri-santri tua. Apalagi waktu itu banyak kiai dan santri berlomba-lomba mendirikan pondok pesantren dan memberikan pendidikan bagi masyarakat miskin sebagai respons dan perlawanan atas sikap penjajah.
“Ya wis yen kabeh ngurusi santri enom-enom, aku tak ngurusi santri karo sedulur sing tuwa-tuwa (Ya sudah kalau semua mendirikan pesantren untuk santri muda, saya akan mengurusi santri dan saudara yang tua-tua saja),” kata Huda menirukan perkataan Mbah Siradj.
Kyai Huda mengatakan sampai saat ini Pondok Sepuh masih berjalan. Terlebih saat bulan suci Ramadan, ratusan santri sepuh (lansia) dari berbagai daerah di Indonesia beribadah dan ngaji di masjid ini. Di depan masjid sebelah kanan, berdiri sebuah asrama dengan nama Pondok Sepuh. Bangunan dengan beberapa kamar kecil ini menjadi tempat tinggal para santri.
Apalagi saat pandemi seperti ini, meskipun Pondok Sepuh libur namun masih berlangsung kegiatan rutin di bulan puasa. Seperti ngaji bareng, tadarus, dan salat sunah. Saat wartawan koran ini datang kemarin Kamis (22/4/2021) pukul 11.00, masih banyak lansia yang mengikuti pengajian dipimpin Kiai Arif Mafatihul Huda.
“Sambil menunggu salat Dhuhur, tetap rutin diadakan pengajian. Meskipun Pondok Sepuh libur,” jelasnya saat ditemui di rumahnya depan Masjid Agung Payaman sambil membenarkan sarung dan pecinya.
KH Anwari Siradj Dikenal Sosok yang Sederhana, Bersahaja dan Bijaksana
Kiai Haji Anwari Siradj merupakan pendiri Masjid Agung Payaman serta pengasuh Pondok Sepuh Payaman yang memiliki gelar Romo Agung. Beliau wafat pada Kamis Pahing 15 Safar 1379 H atau 20 Agustus 1959 M.
KH Anwari Siradj semasa hidupnya dikenal sosok yang sederhana, bersahaja, dan bijaksana. Penuh dengan kelembutan. Tutur katanya yang halus menjadi ciri khususnya bila berhadapan dengan santri maupun saat memberikan wejangan, ceramah, dan nasihat kepada ribuan santrinya di Pondok Sepuh.
Ulama besar ini konon dikenal dengan ilmu dan karomahnya setelah menjalani pendidikan Islam di Kota Makkah bersama Almarhum Mbah Dahlar yang merupakan pendiri sekaligus pimpinan Ponpes Watu Congol, Gunungpring, Muntilan, Magelang dan Almarhum KH Hasyim Ashari pimpinan Ponpes Tebu Ireng, Jombang.
Saat itu, ia mendapatkan gelar kehormatan Romo Agung oleh Belanda, karena berhasil menghalau awan panas dan lahar erupsi Gunung Merapi yang mengancam wilayah Kota Magelang. Pada zaman itu, menjadi markas dan pusat Pemerintahan Gubernur Belanda.
Kiai Siradj sangat disegani semasa hidup maupun setelah wafat. Makam Kiai Siradj terletak di belakang Masjid Agung Payaman, tepatnya di Jalan Raya Semarang-Jogjakarta, di Kauman, Payaman Secang, Magelang.
Ketua Takmir Masjid Agung Payaman Kiai Arif Mafatihul Huda menceritakan, sebelum akhir hayat beliau pernah berwasiat pada salah satu putrinya bernama Zahro agar jasadnya dimakamkan di belakang masjid. Karena pada suatu kali beliau pernah bertemu dengan seorang auliya’ yang telah dimakamkan persis makam beliau sekarang ini.
Sampai saat ini, masjid yang didirikan tahun 1937 selalu ramai didatangi peziarah, terutama mendekati bulan Ramadan. Setiap hari, selalu ada yang datang untuk memanjatkan doa. “Meskipun tidak banyak seperti sebelum pandemi Covid-19, namun setiap hari saat puasa masyarakat tetap rutin berziarah secara individu,” ucap Kiai Huda yang juga salah seorang cicit Almarhum KH Anwari Sirajd.
Saat wartawan koran ini datang ke makam, ada ibu dan anak sedang khusuk membaca doa dan melantunkan ayat-ayat suci Alquran. Saat didekati sang anak dengan fasih membaca surah Yasin dengan Alquran yang ia bawa. Sedangkan ibunya sedang membaca tahlil, tahmid, dan tasbih pada buku Yasin yang dibawanya.
Wasilah warga asal Temanggung ini selalu datang bersama putrinya setiap seminggu dua kali berziarah ke Makam Kyai Siraj. Hal ini sudah ia lakukan sejak kecil bersama keluarganya. Bahkan sudah menjadi tradisi keluarga.“Saya setelah berziarah di makamnya Mbah Siradj, hati dan pikiran merasa tenang, kayak tidak ada beban,” terangnya, Kamis siang (22/4/2021).
Setelah wartawan koran ini selesai berdoa di depan Makam Kiai Siradj, datang rombongan dari Muntilan yang akan berziarah juga ke Makam Kyai Siradj. (rfk/ida)