31 C
Semarang
Tuesday, 7 January 2025

Sebulan Penuh Menginap di Makam Aulia Gunungpring

Jejak-Jejak Para Wali Allah

Artikel Lain

RADARSEMARANG.COM – Kompleks Makam Aulia Gunungpring, Muntilan, Kabupaten Magelang, tampak lengang ketika wartawan RADARSEMARANG.COM datang pada Senin (19/4/2021) sekitar pukul 11.00. Tidak ada petugas yang berjaga di pos bawah.

Suasana lengang makin terasa ketika wartawan koran ini menaiki satu per satu tangga. Terhitung hanya berpapasan dengan dua peziarah yang turun. Kios-kios yang berada di sepanjang kanan-kiri jalan juga tutup.

Angin sepoi-sepoi menyapu wajah begitu wartawan koran ini sampai puncak setinggi kurang lebih 400 mdpl. Lengang. Namun, terdapat beberapa peziarah. Mereka tengah khusyuk membaca doa di depan makam Kiai Raden Santri.

Sebetulnya ada 12 makam utama dari kompleks makam ini. Yakni, makam Kiai Raden Santri, Kiai Krapyak III, Kiai H. Harun, Kiai Abullah Sajad, Nyai Harun, Kiai Gus Jogorekso, Nyai Gus Jogorekso, Kiai Kerto Jani, Kiai Abdurochman, KH. Dalhar, Kiai Qowaid Abdullah S, dan Kiai H. Chusain. Salah satu yang paling tersohor adalah Kiai Raden Santri.

Konon, Kiai Raden Santri merupakan Pangeran Singasari, putra Ki Ageng Pemanahan, pendiri Kerajaan Mataram Islam. Oleh karena dikenal alim dan pernah nyantri ke sejumlah ulama sepuh, Pangeran Singasari dijuluki Raden Santri. Ketika wafat, Raden Santri lantas dimakamkan di bukit ini. Dan hingga kini, makamnya sering dikunjungi.

Salah satu warga yang berziarah di Makam Aulia Gunungpring ialah Pri. Pria paro baya ini bukan sekadar berziarah. Dia sudah bermalam sejak malam pertama Ramadan. Tidur beralaskan tikar di pelataran depan musala.

Pri merupakan warga Kalinegoro, Mertoyudan, Magelang. Dia memutuskan untuk melalui bulan Ramadan di kompleks Makam Aulia Gunungpring. Mendapat izin dari keluarga, Pri lantas berangkat seorang diri dengan menaiki angkutan umum.

Ketika ditanya, Pri mengaku jiwanya terpanggil untuk melewati Ramadan di sana. Dengan membawa tiga sarung dan beberapa helai pakaian, Pri bertekad pulang ketika Lebaran. “Saya hanya ingin fokus beribadah di sini. Ingin mencari ketenangan. Apalagi sudah dua tahun saya sakit stroke,” tutur Pri kepada RADARSEMARANG.COM. Ucapannya terbata-bata akibat sakit yang dia derita.

Selama bermalam di sana, Pri tidak sendiri. Pri bertemu beberapa peziarah. Kebanyakan para santri. Ada yang berasal dari Wonosobo, Pemalang, hingga Kediri. Siang itu memang tampak seorang peziarah yang terlelap di pelataran. Wajahnya tertutup sarung. “Ada santri yang sudah sebulan di sini. Katanya, berangkat dari Kediri jalan kaki,” kata Pri.

Hampir seminggu di Makam Aulia Gunungpring, Pri sudah menziarahi semua makam aulia. Biasanya dia melakukannya ketika malam hingga dini hari. “Di bulan Ramadan ini banyak yang berziarah malam-malam. Biasanya pada berdoa sampai jam 02.00,” tuturnya.

Pri tengah berjemur di area Makam Gunungpring. Dia sudah bermalam sejak malam pertama Ramadan. (RIRI RAHAYU/RADARSEMARANG.COM)

Ramai Dikunjungi di Bulan Tertentu

RADARSEMARANG.COM gagal bertemu Juru Kunci Makam Aulia Gunungpring dalam kunjungannya pada Senin (19/4/2021). Di tengah sepinya suasana, wartawan koran ini bertemu Mi’ah, satu pedagang di kompleks makam. Namun karena menetap dan memiliki rumah di sana, Mi’ah sedikit banyak tahu kondisi Makam Aulia Gunungpring.

Menurut Mi’ah, kebanyakan peziarah datang pada bulan-bulan tertentu. Paling ramai di Rajab dan Ruwah. “Berati ya Februari-Maret kemarin, Mbak. Saya nggak hafal bulan-bulan nasional,” ujar Mi’ah.

Peziarah juga biasanya datang pada malam Jumat Kliwon. Kata Mi’ah, perhitungannya saban selapan atau per 35 hari sekali. Sementara pada hari-hari biasa, umumnya lebih ramai saat Minggu.

Peziarah bukan hanya berasal dari Kabupaten Magelang. Melainkan dari berbagai daerah di Indonesia. Ada yang dari Banten, Depok, Garut, Tasikmalaya, Depok, Lampung, Jambi, Bengkulu, Palembang, dan masih banyak lagi. Setidaknya sejak 2000-an Makam Aulia Gunungpring dikunjungi banyak peziarah.

Ramainya peziarah yang datang ke Makam Aulia Gunungpring terlihat dari data yang disajikan di dekat aula. Data yang diolah tim KKN UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta itu menunjukkan bahwa pada 2019, ada 521.508 peziarah yang datang. Sementara jumlah bus pembawa rombongan tercatat sebanyak 10.050 unit.

Menurut Mi’ah, para peziarah datang salah satunya karena mereka memiliki hajat. Sebagai manusia biasa, peziarah butuh perantara untuk menyampaikan permintaan kepada Allah. Salah satunya, melalui para wali Allah tersebut. “Bukan meminta pada makam para wali Allah. Tapi hanya perantaranya saja. Berdoa di sana,” tutur Mi’ah.

“Ibarat saya mau meminta sesuatu ke presiden, kan harus lewat camat, naik ke bupati, ke gubernur, sampai nanti ke menteri dan disampaikan ke presiden. Karena saya cuma warga biasa,” jelas Mi’ah beranalogi. (rhy/ton)

 


Artikel Terkait

Sementara Itu ..

Terbaru

Populer

Menarik

Lainnya