RADARSEMARANG.COM – Beberapa dekade tahun terakhir, Psikologi Islam mulai dikenal dan diperbincangkan banyak orang, terutama di kalangan akademisi. Eksistensi psikologi islam dirasa sangat penting dalam kehidupan. Terlebih di masa globalisasi, dengan segala kompleksitas permasalahan. Psikologi islam mulai telah diakui sebagai salah satu bidang studi atau kajian dalam islam. Terbukti, PTKIN seperti IAIN Salatiga dan beberapa perguruan tinggi lainnya membuka program Studi Psikologi Islam.
Psikologi Islam menurut Hermawan (2020) sangat urgen untuk dikembangkan guna membantu pemahaman terhadap permasalahan kejiwaan berbasis keagamaan dengan sumber utamanya al-Qur’an dan hadits. Meskipun disadari dibalik peluang banyak juga tantangannya. Psikologi islam dapat menjadi solusi bagi dunia di tengah kebekuan psikologi konvensional yang meski telah beranjak dari tidur panjangnya melalui psikologi transpersonalnya ternyata belum mampu banyak menyelesaikan berbagai persoalan kejiwaan manusia terutama aspek spiritualiasnya.
Berbicara tentang Psikologi Islam pada prinsipnya mencakup tiga unsur pokok yaitu; (1) bahwa psikologi merupakan salah satu dari kajian-kajian masalah-masalah keislaman. Ia memiliki kedudukan yang sama dengan disiplin ilmu yang lain, seperti Ekonomi Islam, Politik Islam, Sosiologi Islam. Penempatan kata islam berarti corak, cara pandang, pola pikir, paradigma atau aliran. Artinya, psikologi yang dibangun bercorak atau memiliki pola pikir sebagaimana yang berlaku pada tradisi keilmuan dalam Islam, sehingga dapat membentuk aliran tersendiri yang unik dan berbeda dengan psikologi kontemporer pada umumnya, yang terikat pada kerangka ontologi (hakikat jiwa), epistimologi (bagaimana cara mempelajari jiwa), dan aksiologi (tujuan mempelajari jiwa) dalam Islam. (2) Bahwa psikologi islam membicarakan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, tidak hanya mengkaji perilaku kejiwaan, Psikologi Islam juga membicarakan apa hakikat jiwa sesungguhnya. (3) Bahwa Psikologi Islam bukanlah ilmu yang netral etik (terlepas dari etika) melainkan sarat akan nilai etik. Karena tujuan hakiki Psikologi Islam adalah merangsang kesadaran diri agar mampu membentuk kualitas diri yang lebih sempurna untuk mendapatkan kebahagian hidup di dunia dan di akhirat.
Eksistensi Psikologi Islam bisa dilacak dari sejarah periodisasinya. Menurut Hermawan (2020) yaitu Pertama, periode klasik psikologi islam sebenarnya telah dimulai sejak Islam ada, sejak jaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Namun pada perkembangannya kajian mengenai jiwa (nafs) terpecah menjadi dua kelompok utama yakni (1) Kelompok yang berlangsung dari zaman kenabian hingga Daulah Umayyah, mereka adalah generasi ulama awal yang membahas jiwa (nafs) semata-semata bersumber dari Al-Qur an dan hadist. Selanjutnya kajian kelompok ini berkembang menjadi Ilmu kalam dan tasawuf. Salah seorang tokoh yang terkenal dari kelompok ini adalah Imam Ghazali. (2) Kelompok yang muncul pada periode kekuasan Daulah Abbasyyiah, mereka melakukan gerakan penterjemahan, mengomentari, memperkaya filsafat Yunani. Selain Al- Qur an dan Hadits, kelompok ini juga memanfaatkan filsafat Yunani yang telah direvitalisasi sebagai landasan mengkaji jiwa. Salah seorang tokoh yang mewakili mereka adalah adalah Ibnu Rusyd. Selanjutnya kajian mereka berkembang menjadi filsafat Islam. Dalam kurun waktu kurang lebih tujuh abad, dalam dunia Islam, jiwa dibahas dalam kajian yang bersifat sufistik dan filosofis. Setelah dunia Islam meredup dan digantikan oleh dominannya budaya sekuler barat, kajian jiwa secara Islamipun mengalami kemunduruan, sementara itu kajian psikologi kontemporer berkembang pesat hingga sekarang. Kedua, periode modern berawal sejak tahun 1950-an di Amerika muncul gerakan psikologi islam.
Gerakan ini muncul karena dorongan adanya tuntutan nyata untuk mengatasi krisis yang dihadapi umat manusia. Gerakan ini terus berlanjut dan psikologi Islam terus mendapatkan perhatian hingga pada tahun 1978 diadakan Symposium on Pshichology and Islam di Riyadh, Arab Saudi. Bahkan, the International Institute of Islamic Thought (ITT), yang merupakan sebuah lembaga kajian yang berpusat di Washington Amerika yang mengkhususkan diri dalam Islamisasi ilmu, dalam konfrensinya di Pakistan pada tahun 1985 secara khusus merekomendasikan untuk menggali gagasan-gagasan psikologi yang terkandung dalam Al-Qur an sebagaimana yang diserukan Ismail Zazi al faruqi. Di Indonesia, perhatian pada psikologi Islam juga dapat ditandai dengan terbitnya jurnal Pemikiran Psikologi Islam KALAM di Universitas Gajah Mada, Simposium Nasional Psikologi Islami di Universitas Muhammadiyah Surakarta (1996). Diterbitkannya sejumlah buku yang bernuansa psikologi Islam serta dilakukan dan dilaporkannya beberapa penelitian bertema psikologi Islam seperti IJIP Fakultas Dakwah IAIN Salatiga. Dibukanya fakultas dan program studi Psikologi Islam di lingkungan PTKIN/PTKIS di Indonesia seperti IAIN Salatiga dan Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta.
Peluang Psikologi Islam di masa sekarang dan mendatang sangat prospektif dan marketable. Dilihat dari latar belakang kemunculan psikologi islam di periode modern dan berdasarkan data penyelenggaraan program studi Psikologi Islam pada Kementerian agama Republik Indonesia yang semakin meningkat banyak. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi munculnya Psikologi Islam sehingga tumbuh berkembang sampai sekarang, diantaranya sebagai berikut: (1) Psikologi kontemporer dalam perkembangannya dianggap mengalami distorsi yang fundamental, psikologi yang seharusnya membicarakan konsep jiwa, namun ternyata tidak mau tahu dengan hakikat jiwa. Serta keberatan akan praktek melandaskan kajian perilaku manusia pada hasil penelitian terhadap perilaku hewan, sehingga seolah-olah psikologi mempelajari yang tidak berjiwa (2) Ketidak puasan akan teori-teori psikologi kontemporer (Hartati dkk, 2004) dan kesadaran ilmuan psikologis muslim bahwa ketika mereka mengkaji psikologi, mereka merasa sebagai seorang muslim yang berprofesi sebagai ilmuan psikologi, bukan seorang ilmuan psikologi yang kebetulan beragama Islam. Sehingga pandangan psikologipun akhirnya dipandang dengan kritis terutama yang berhubungan dengan pandangan aliran behaviourisme dan psikoanalisa karena hakikat kedua aliaran ini dianggap merendahkan derajat manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi (Zakiah Daradjat dalam Mubarok, 2002) dan aliran humanisme justru dianggap terlalu memandang manusia terlalu sempurna sehingga seolah-olah bisa bermain-main sebagai Tuhan (play a god), sebagai penentu tunggal akan kehidupannya (3) Latar belakang kebudayaan dan karakteristik masyarakat dianggap penting untuk dipertimbangkan. Teori yang dikembangkan di suatu daerah dengan budaya serta karakteristik masyarakat tertentu kadangkala tidak sesuai untuk diaplikasikan di daerah lain dengan karakteristik masyarakat dan budaya yang berbeda (cultural effect/bias). Psikologi kontemporer yang umumnya dibangun oleh ilmuan psikologi Amerika dan Eropa Barat dianggap kurang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia yang berlandaskan kebudayaan timur dan sebagian besar juga muslim. Alasan ini jugalah yang menyebabkan Rusia menolak menggunakan ilmu psikologi kontemporer dan lebih memilih untuk mengembangkan ilmu psikologi sendiri dengan penelitian-penelitian mereka sendiri sebagaimana yang telah dirintis oleh Ivan Pavlov di masa lalu. Karena alasan-alasan diatas akhirnya banyaklah ilmuan psikologi muslim yang tergerak untuk mengembangkan psikologi alternatif sebagai aliran baru dalam dunia psikologi, yaitu psikologi Islam. Mereka meyakini bahwa islam telah memberikan pedoman yang lengkap dan sempurna bagi manusia, termasuk untuk urusan psikologis.
Berdasarkan latar belakang kemunculan tersebut di atas maka bertebaranlah penyelenggaraan program studi Psikologi Islam di lingkungan PTKIN seperti di IAIN Salatiga, UIN Imam Bonjol, IAIN Surakarta, IAIN Kediri, UIN Raden Fatah Palembang, dan PTKIS di Indonesia yang secara eksplisit memakai kata Psikologi Islam sebagai sebuah Program Studi. Hal ini menunjukkan animo, prospek dan peluang kajian Psikologi Islam sudah semakin banyak diminati. Selain itu seiring dengan semakin banyaknya kompleksitas permasalahan kehidupan dan ketatnya persaingan dalam segala aspek kehidupan sehingga berimplikasi kepada meningkatnya jumlah orang yang stress, galau dan ingin bunuh diri. Disinilah peluang dan kebutuhan akan kehadiran peran para psikolog Islami mengatasi permasalahan tersebut.
Gerakan Islamisasi Ilmu Pengetahuan pada akhir abad 20 telah membuahkan madzhab atau corak Psikologi Islam yang eksistensi dan sumbangsihnya semakin banyak dinanti masyarakat. Di sinilah urgensi dan peluang perkembangan Psikologi Islam semakin nyata. Indikasi perkembangan itu diantaranya sebagai berikut (1) Bertambahnya PTKIN/PTKIS yang tertarik membuka program studi psikologi Islam seperti IAIN Salatiga (2) Meningkatnya kompleksitas permasalahan kehidupan saat ini yang berimplikasi pada meningkatnya orang yang mengalami gangguan jiwa, tidak sehat mental, mudah galau, stress dan ingin bunuh diri menuntut kehadiran dan sumbangsih agama sebagai obat terapi kejiwaan melalui psikoterapi Islam. (3) Semakin keringnya jiwa seseorang karena jauh dari tuntunan agama atau menolak fitrah ilahiah dalam dirinya dan belum signifikannya psikologi konvensional menangani permasalahan maka kehadiran psikologi Islam sangat penting untuk mengatasi krisis kejiwaan tersebut.
Di samping adanya peluang seperti tersebut di atas, kehadiran Psikologi Islam sebagai sebuah disiplin ilmu dan program studi bahkan fakultas tentu saja banyak juga tantangan diantaranya sebagai berikut (1) Adanya serangan dan bantahan serta pendapat dari para psikolog konvensional yang mempermasalahkan epistemologi bidang kajian Psikologi Islam (2) Belum banyaknya para psikolog Islam yang percaya diri dan mengusung psikologi Islam sebagai sebuah aliran baru ataupun program studi bahkan Fakultas (3) Masih minimnya kajian penelitian yang dilakukan di bidang Psikologi Islam yang dilakukan oleh para akademisi maupun peneliti perguruan tinggi di Indonesia. (*)
Dekan Fakultas Dakwah IAIN Salatiga