RADARSEMARANG.COM, Semarang – Topo Ngligo terpaksa dilakukan seorang aktivis buruh Semarang di halaman Kantor DPRD Jateng. Aksi tersebut sebagai simbol penolakan terhadap sosialisasi Omnibus Law atau UU Cipta Kerja yang dilakukan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo kepada sejumlah elemen, seperti akedemisi, pengusaha dan buruh, Senin (12/10/2020) kemarin.
Sang aktivis Ahmad Zainudin menjelaskan, Topo Ngligo atau bertelanjang dada memiliki arti simbolis. Gubernur Jateng dinilai tidak lagi punya rasa malu terhadap rakyat. Karena melakukan sosialisasi UU Cipta Kerja.
Menurutnya, saat ini bukan waktu yang pas. Untuk melakukan sosialisasi mengenai UU Cipta Kerja, mengingat hingga saat ini belum ada satu pun yang memiliki naskah asli. Karena memang belum masuk dalam lembaran negara.
“Kami minta sosialisasi dibatalkan atau ditunda sampai naskah asli ada. Lha sekarang belum punya kok mau sosialisasi. Yang disosialisasikan apa?” ujarnya setengah bertanya, Senin (12/10/2020).
Pria yang juga Ketua DPD Serikat Pekerja Kimia, Energi, Pertambangan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (SPKEP KSPI) Jateng ini pun mempertanyakan alasan pemprov melakukan sosialisasi atas dasar menghindari hoaks. Menurutnya, hoaks mana yang hendak dihindari. Karena hingga saat ini naskah yang beredar pun belum pasti. Apakah yang versi 1.028 halaman atau 905 halaman.
“Tadi Biro Hukum bilang sosialisasi itu dalam rangka counter hoaks, kalau seperti itu, hoaks dasarnya mana? Naskah yang dipakai dasar yang mana?,” lanjutnya.
Ketika dibujuk Kepala Biro Hukum Sekretariat Daerah (Setda) Provinsi Jawa Tengah Iwanuddin Iskandar untuk mengenakan baju dan masuk ke ruangan mengikuti sosialisasi, Zainudin dengan tegas menolak. Ia tetap bersikukuh untuk melakukan Topo Ngligo. “Jangan paksa kami pakai baju dan masuk ke dalam,” tolaknya.
Buka Posko Pengaduan
Sementara itu, Pemprov Jawa Tengah membuka posko pengaduan dan konsultasi terkait Undang-Undang Cipta Kerja.
Gubernur Jateng Ganjar Pranowo mengatakan, pihaknya telah mengundang berbagai pihak. Mulai dari perwakilan buruh, pengusaha, akademisi dan lainnya, untuk dapat berdiskusi dan dialog terkait permasalahan Omnibus Law ini.
Dalam pertemuan kemarin, Ganjar menjelaskan, hingga saat ini belum ada satu pihak pun yang memiliki draf Undang-Undang Cipta Kerja. Hal inilah yang membuatnya belum dapat menentukan sikap. Apakah menolak atau mendukung hal tersebut. “Kita saja belum dapat drafnya. Bagaimana bisa mempelajari dan menolak,” ujarnya.
Sambil menunggu draf tersebut diberikan, Ganjar membuat posko pengaduan dan konsultasi. Bagi warga Jateng , termasuk buruh, yang hendak menyuarakan aspirasi mengenai UU Cipta Kerja ini dapat ditampung di posko. Sehingga diharapkan tidak ada lagi aksi unjuk rasa saat pandemi, yang dapat membuat kluster baru dan meningkatkan jumlah persebaran Covid-19 di Jateng. “Ternyata pihak kampus pun mendukung,” katanya.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jateng Sakina Rosellasari menjelaskan, posko pengaduan sudah mulai aktif Senin (12/10) kemarin. Bagi siapapun yang hendak menyampaikan aspirasi terkait UU Cipta Kerja dapat langsung berkunjung ke Disnakertrans Jateng di Jalan Pahlawan Semarang. Bisa juga melalui website Disnakertrans Jawa Tengah.”Jadi sudah bisa diakses oleh masyarakat,” ujarnya (akm/aro/bas)