RADARSEMARANG.COM, Teguh Abadi, salah satu perajin wayang golek di Desa Siwatu, Wonotunggal, Batang yang masih bertahan. Ia tetap melestarikan kesenian nenek moyang tersebut.
RIYAN FADLI, Batang, RADARSEMARANG.COM
SAAT ini, perajin wayang golek di Batang mulai langka. Teguh Abadi, salah satunya yang terus melestarikan kesenian tersebut. Ia memiliki bengkel kecil berukuran sekitar 7×6 meter di Desa Siwatu, Kecamatan Wonotunggal, Kabupaten Batang. Sederet tokoh dalang terkenal kerap memesan karakter wayang di bengkel miliknya. Salah satunya almarhum Ki Enthus Susmono.
Teguh mengaku, sudah menggeluti kerajinan wayang golek sejak 2008. Ada tiga jenis kayu yang biasa digunakan dalam membuat wayang khas Jawa Barat ini. Yakni, kayu kedondong jaran, poleh dan sengon.
Untuk proses pengerjaannya, satu karakter wayang golek butuh waktu tiga hingga satu minggu. Ia hafal sekitar 125 karakter. Namun yang paling dihafalnya adalah karakter wayang golek cepak khas Batang.
“Kesenian wayang ini sangat penting untuk dilestarikan. Banyak pelajaran yang bisa dipetik dari kesenian tersebut, mulai ajaran moral kebenaran dan ajaran-ajaran dari nenek moyang kita. Bagaimana kita menjalani hidup dan kehidupan dan pertanggungjawabannya di alam langgeng nanti,” papar Teguh kepada RADARSEMARANG.COM.
Aktivitas memahat hingga memoles bongkahan kayu tersebut dilakukannya dari pukul 08.00 pagi hingga 16.00 sore. Tangan terampilnya saat itu sedang memahat gelondongan kayu. Baru terlihat pola leher. Golok yang digenggamnya terlihat sangat mudah mengoyak kayu sengon tersebut. “Ini pola hidung, penting dibentuk saat awal. Sebagai titik pusat penentuan wajah,” jelasnya.
Kayu-kayu tersebut didapatnya dari kebun sekitar rumah. Sementara untuk kayu kedondong jaran, ia berburu hingga ke luar daerah. Seperti Pekalongan, Tegal dan Pemalang.
Sembari berbincang, tak sengaja golok sedikit meleset. Sehingga kayu tersebut coak. Dengan kalem ia mengatakan tidak menjadi masalah. Kayu yang rusak bisa ditambal atau dilem. Tidak mempengaruhi kualitas.
Menurutnya, memahat merupakan proses tersulit dalam pembuatan wayang golek. Tingkat presisi bentuk muka digarap secara detail. Mulai bentuk hidung, bibir, hingga mata. Detail dari produk yang dibuat menyesuaikan harga pemesanan. Harganya mulai dari Rp 500 ribu per karakter.
Bisa lebih murah, namun kualitas dan ukuran menyesuaikan. Sementara proses pembuatannya berkisar antara tiga hari hingga satu Minggu. “Dulu belajar membuat karakter wayang golek ini dari kecil, melihat orang tua saya yang juga perajin wayang golek,” ceritanya.
Orang tua Teguh bernama Sutikno. Teguh membuat wayang golek sudah lebih dari 15 tahun. Pesanan pertamanya datang usai menikah. Bengkelnya pun dinamai Wisnu Jaya.
Beberapa waktu lalu ia juga mengerjakan pesanan karakter Walisongo. Namun, pemesan menghilang saat 80 persen jadi. Tidak bisa dihubungi melalui ponselnya. Dia warga dari luar kota. Sembilan karakter wali itu kini sudah jadi 100 persen. Terpajang di sudut bengkelnya. “Ya, kalau ada yang tertarik silakan. Dulu sudah 80 persen jadi. Pemesan tidak memberikan DP. Dia minta kalau sudah jadi dikirim ke alamat langsung,” katanya.
Usai karakter jadi, tugas sang istri Nuripah mengerjakan pakaian untuk wayang golek. Berbagai pola rumit dikerjakannya secara rapi. Tidak sampai satu hari, baju untuk wayang bisa diselesaikan. “Pandemi ini semoga segera berakhir agar pentas kesenian wayang bisa beraktivitas kembali secara normal,” harapnya.
Diakui, selama pandemi Covid-19, aktivitas pentas pewayangan berhenti total, sehingga pemesanan karakter-karakter wayang golek di tempatnya pun berhenti alias nol pesanan. Namun ia tetap semangat menjaga eksistensi, walaupun tak banyak orang yang mengetahui bengkelnya.
Tak habis akal, Teguh kini juga melayani wayang golek custom. Pelanggan bebas memesan karakter apa saja. Kebanyakan memesan untuk hadiah pernikahan. Wajah kedua mempelai diukir, dijadikannya wayang golek. Beberapa tokoh masyarakat pun sempat memesan agar wajahnya dibuatkan karakter. (*/aro)