RADARSEMARANG.COM, Nilai-nilai Pancasila semakin diabaikan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Terbukti, masih maraknya aksi terorisme dan radikalisme, seperti kasus penyerangan di rumah Habib Umar Asegaf di Solo. Berikut bincang-bincang wartawan RADARSEMARANG.COM Joko Susanto dengan Ketua Gerakan Pembumian Pancasila (GPP) Provinsi Jateng Sonhaji SE SH.I.
Bagaimana pandangan anda atas kasus penyerangan terhadap Habib Umar di Solo?
Kami mengecam keras, tindakan yang main hakim sendiri hingga membuat tiga orang di Solo mengalami luka-luka. Kami meminta agar aparat penegak hukum bersikap tegas demi menjaga kepercayaan publik. Kepolisian kami dorong untuk memberikan rasa aman kepada siapapun, khususnya saat menyelenggarakan kegiatan adat sepanjang tidak melanggar norma yang berlaku. Kami minta aparat penegak hukum bertindak tegas atas aksi inkonstitusional itu. Itu merupakan bagian dari melanggar hak dasar warga negara dalam mengamalkan kepercayaannya. Tindak tegas kelompok-kelompok intoleran yang melakukan penolakan karena tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur Pancasila.
Gerakan radikalisme dan terorisme yang melunturkan nilai-nilai Pancasila masih saja terus terjadi?
Pancasila adalah pemersatu keragaman yang ada. Sebagai alat pemersatu, Pancasila adalah titik temu semua agama, suku dan golongan. Bisa jadi, ada hal yang tidak memuaskan satu dua pihak, namun itulah titik optimal. Tentu kita harus menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai obat radikalisme, liberalisme, intoleransi, maupun tradisionalisme yang hari ini menyasar seluruh lini kehidupan bangsa. Terpenting sekarang, bagaimana anak bangsa ini bisa terus menguatkan Pancasila. Karena masyarakat Indonesia sejak dilahirkan sudah memiliki budaya yang beraneka ragam. Makanya para pendiri bangsa merumuskan Pancasila.
Sejauh mana masyarakat dan generasi muda memahami Pancasila?
Kondisi negara Indonesia sudah sangat jauh berubah dari semenjak awal kemerdekaan. Perkembangan teknologi yang begitu pesat telah mendatangkan manfaat sekaligus dan dampak buruk. Tentu di tengah krisis nasionalisme yang sedang melanda negeri ini, Pancasila adalah cahaya penuntun untuk mengenal kembali jati diri bangsa dan perekat untuk mempersatukan perbedaan. Namun kenyataannya, masih ada juga masyarakat dan generasi milenial yang tidak bisa melafalkan sila-sila Pancasila dengan benar, seperti yang viral di media sosial beberapa minggu ini. Terlihat setelah dihukum akibat tidak menggunakan masker, diminta melafalkan bunyi Pancasila masih banyak yang salah. Ini memprihatinkan.
Idealnya bagaimana membumikan lagi Pancasila, apa perlu penataran P4 seperti zaman orede baru?
Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) seperti era orde baru sangat penting. Tapi lebih penting adalah bagaimana Pancasila bukan hanya menjadi simbol melainkan makna yang terkandung terus dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat. Alangkah baiknya, kami minta seluruh kepala daerah melakukan contoh kecil, seperti kegiatan upacara bendera bisa dilakukan rutin oleh seluruh instansi aparatur negara dan aparat penegak hukum pada setiap hari Senin. Dengan begitu, pembumian Pancasila bisa terus dipedomani dan diamalkan.
Sejauh ini apa yang sudah dilakukan dan diperjuangkan GPP Jateng?
Kami selalu memasang simbol-simbol penguatan Pancasila. Di antaranya, di kawasan Hutan Mini Pancasila, di Desa Kalimaro, Kedungjati. Kemudian di Musala Bhineka Tunggal Ika di Desa Tegowanu. Ada juga Kedai Nusantara di Tegowanu. Semua masih kami awali di Kabupaten Grobogan, nanti akan menyeluruh di Jateng. Selain itu, kami sudah membagikan alat pelindung diri (APD) ke sejumlah rumah sakit, serta dukungan aparat penegak hukum atas aksi Solo. (*/ida)