RADARSEMARANG.COM, Tenaga kesehatan (nakes) tidak hanya menghadapi ganasnya Covid-19. Enerji mereka juga terkuras ketika harus menangani masyarakat dengan kesadaran rendah terhadap bahaya Covid-19. Tak jarang pasien menolak diperiksa dan para nakes diperlakukan kasar.
SETIAP kali Puskesmas menerima laporan adanya pasien positif Covid-19 dari rumah sakit rujukan, para petugas surveilans epidemiologi langsung bergegas melakukan pemantauan epidemiologi (PE).
Langkah tersebut, kata Kepala Puskesmas Jurangombo drg Adi Fitriany, berdasarkan petunjuk Kemenkes. “Jadi kami melakukan PE awal by phone. Kemudian, kami cari nomor handphone orang-orang yang punya kontak erat dengan pasien Covid-19. Kemudian kami isikan form dan kami pantau perkembangannya,” katanya.
Dalam tahap lanjutan, orang yang harus di-swab test didatangi. Ternyata itu bukan perkara mudah. Banyak orang menilak dikaitkan memiliki hubungan dengan pasien Covid-19. Dengan alasan, dirinya merasa sehat. “Ada petugas kami nyaris dilempar paving. Kemudian kami meminta bantuan Babinsa, Bhabinkamtibmas, ketua RT, RW, lurah dan tokoh masyarakat untuk ikut menenangkan dan membujuk warga tersebut untuk dilakukan swab test,” kata drg Adi.
Karena itulah, sampai sekarang, setiap kegiatan PE, Puskesmas tidak sendiri. Selalu melibatkan banyak elemen. Supaya PE berjalan dengan lancar dan aman. “Karena tiap kasus, penangannya beda-beda. Yang paling banyak tantangan, saat menangani klaster Gowa,” akunya.
Yakni, ada kasus seorang suami diisolasi di rumah sakit. Namun, istri dari pasien Covid-19 itu justru berjualan mainan keliling. Sedangkan anak dari pasangan suami istri itu dibiarkan bermain di lingkungan sekitar. Saat awal kemunculan kasus Covid-19, bermasker belum membudaya. Hal ini sempat membuat warga sekitar tidak nyaman dan mengadukan ke Puskesmas. “Kami juga memikirkan, bagaimana mengarantina mereka, agar tetap di rumah saja,” ujarnya.
Pada kasus ini, ia menyadari kebingungan dari si ibu yang harus mencari nafkah untuk kelangsungan hidup keluarganya. Apalagi kepala keluarga yang menjadi tulang punggung, praktis tidak bisa bekerja. Lantaran harus menjalani sederet pemeriksaan dan pengobatan di rumah sakit, sampai benar-benar dinyatakan negatif Covid-19. Kata dia, pemerintah sudah memberikan bantuan. Semestinya, warga sekitar harus ikut peduli.
“Kami dari pihak kesehatan tidak merasa paling berperan. Justru warga sekitar yang paling banyak mengawasi bila ada yang karantina. Namun perlu juga membantu agar kebutuhan keluarga tersebut terpenuhi. Orang sekitar bisa naruh sayur mentah atau sayur yang matang di depan pintu rumah keluarga pasien,” harapnya.
Bantuan juga bisa dalam bentuk lain. Berupa uang. Jika gotong-royong dalam membantu keluarga yang terkena musibah berjalan, ia yakin ketentuan karantina akan ditaati. “Kami juga rutin memantau kondisi keluarga pasien melalui telepon,” ucapnya.
Cerita lain, ada pasien positif Covid-19 yang menjalani isolasi lebih dari satu bulan. Karena merasa bosan berada di ruang isolasi, pasien tersebut meminta pulang. Tapi pasien wajib mengisolasi diri di rumah. Saat akan di-swab test, pihaknya menawarkan penjemputan menggunakan mobil ambulan public safety centre (PSC).
“Kalau memilih berangkat sendiri, kami mengawal. Kami harus memastikan bahwa pasien sampai ke rumah sakit untuk swab test, dan mengikutinya pulang. Hal itu, untuk memastikan bahwa pasien tidak mampir-mampir dan benar-benar sampai rumah,” bebernya.
Ada pula kisah, satu keluarga yang dinyatakan positif. Yakni bapak, ibu dan kedua anaknya yang masih kecil. Keluarga ini dirawat di RS Tingkat II dr Soedjono Magelang (RST). Para dokter di sana terpaksa iuran untuk membelikan mainan dan jajanan agar kedua anak tersebut tidak merasa bosan. Termasuk menghadirkan psikolog. “Setelah mereka sembuh, kami langsung mengeluarkan surat keterangan selesai isolasi untuk keperluan sekolah anaknya,” ujarnya.
Tak hanya itu, nomornya pernah diblokir oleh seorang warga yang memiliki kontak erat dengan pasien positif Covid-19. “Karena dibujuk swab test, nggak mau. Lalu nomor saya diblokir,” akunya.
Menurutnya, masih banyak cerita dan kendala yang dialami petugas. Namun ia tetap memaksimalkan kegiatan PE. Capaian target PE juga baik. Hal itu, tidak lepas dari bantuan para kader kesehatan.
Selama pandemi Covid-19, kegiatan Posyandu memang belum boleh. Namun kader-kader Posyandu ini, tak digaji tapi perannya luar biasa. Mereka membantu mencarikan nomor-nomor warga yang memiliki kontak erat dengan orang sekeliling penderita Covid-19. Bahkan memberi tahu kondisi di lapangan. Misalnya di dalam rumah tersebut ada berapa orang, dan siapa saja, sesuai dengan Kartu Kerluarga (KK) apa tidak, dan sebagainya. “Kami sangat berterima kasih,” ungkapnya.
Dalam penanganan Covid-19, Puskesmas juga bertugas mengedukasi masyarakat agar tidak mengucilkan keluarga pasien. Leaflet yang memuat pesan bagaimana yang harus dilakukan warga jika terdapat keluarga pasien Covid-19 harus disebar. Menurutnya, cara tersebut sangat berperan meredam emosi warga. Selain itu, para kader kesehatan juga ditingkatkan kompetensinya, dengan memberikan sosialisasi program Jogo Tonggo dan penerapan pola hidup bersih dan sehat (PHBS). (*/ida)