RADARSEMARANG.COM, Banyaknya perusahaan yang mengalami dampak akibat Covid-19 menyebabkan urusan pajak turut terkendala. Berikut bincang-bincang wartawan RADARSEMARANG.COM Ida Fadilah dengan Wakil Ketua Kompartemen Akuntan Pajak IAI Wilayah Jateng Aldion Soeprijono SE MAk Ak CA BKP.
Selama pandemi Covid-19 adakah perubahan pelayanan konsultasi terhadap customer?
Dalam masa pandemi ini, kami membuat konseling dengan klien melalui virtual whatsapp atau zoom. Pelayanan terhadap pihak ketiga atau dalam hal ini fiskus (pegawai pajak yang membantu wajib pajak/subjek pajak), kami sampaikan melalui surat dan aplikasi-aplikasi elektronik. Pelayanan dalam pemeriksaan pajak pun demikian, pengiriman berkas-berkas pemeriksaan kepada text editor dilakukan via kurir. Atau kami datang langsung ke kantor pajak, walaupun dibatasi jumlah personelnya.
Bedanya dengan sebelumnya apa pak?
Banyak hal yang bisa kami korek atau explore pada saat ada tatap muka dengan customer. Tapi sekarang tidak dapat di- explore lagi. Sebab hanya bisa bertatap muka secara virtual. Termasuk untuk mencari bukti-bukti maupun pemberkasan memang ada kendala. Kepuasan konsumen jadi berkurang. Namun kami juga akan memberikan pertemuan jika diminta. Untuk memperoleh data-data, ada kalanya memang memaksakan diri harus ke tempat klien dengan mematuhi protokol kesehatan.
Bagaimana dengan banyaknya perusahaan gulung tikar?
Pada masa pandemi ini memang kami sedang drop. Beberapa perusahaan yang terkena dampak lumayan signifikan jumlahnya. Namun pemerintah sendiri sudah membuat kebijakan dan regulasi untuk memberikan relaksasi atas pajak. Kami sebagai wajib pajak hanya melaporkan saja, tanpa harus membayar pajaknya. Inilah prinsip dari ditanggung pemerintah. Tetapi tetap harus memberikan laporan secara rutin kepada pihak fiskus secara berkala.
Selain regulasi dari pemerintah, kebijakan manajemen perpajakan tetap bisa dilakukan dengan penghematan dalam sektor pajak. Dengan adanya relaksasi diperpanjang sampai Desember 2020, wajib pajak bisa memanfaatkan kelonggaran perpajakan ini dengan pemberian kelonggaran dalam angsuran PPh. Itu pun diajukan pemotongan sampai dengan 30 persen atas persetujuan, jika kami mengajukan permohonan.
Sebagai konsultan pajak, saat ini hanya bisa mengarahkan wajib pajak dalam menyikapi apa yang harus dilakukan supaya tidak salah kaprah dalam melakukan kebijakan yang harus ditempuh selama masa pandemi. Kompetensi konsultan pajak tetap harus dilakukan dengan melakukan pendidikan berkelanjutan sehingga menjamin bahwa seorang konsultan pajak itu kompeten atas profesinya.
Apa persoalan terbesar selama masa pandemi?
Persoalan paling banyak terjadi adalah konfirmasi atas data atau alat keterangan lain yang muncul. Kasus seperti ini sangat banyak. Oleh karena itu, wajib pajak harus konsisten terhadap kewajiban-kewajibannya dalam melaporkan perpajakan apapun itu.
Data dan alat keterangan lain biasanya didapat dari kantor pajak diambil dari simbol data akumulasi dari berbagai sumber. Misalkan pembelian tanah datanya dari BPN, pembayaran pajak BPHTB, dan pembayaran pajak final. Ini semua akan disinkronkan. Jika salah satu tidak terlacak, maka inilah yang menjadikan dasar munculnya persoalan di kantor pajak. Tentu harus dikonfirmasi ke wajib pajak.
Untuk kasus-kasus pemeriksaan saat ini memang tidak terlalu banyak, karena kondisi tidak memungkinkan. Apalagi kondisi ekonomi setiap wajib pajak sedang ngedrop. Namun demikian, pemeriksaan tetap ada. Hanya saja jumlahnya saat ini tidak sebanyak tahun lalu. (*/ida)