RADARSEMARANG.COM, Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Afnan Anshori tengah mengambil program doktoral di Radboud University Nijmegen The Netherlands, Belanda. Ia menceritakan suasana selama pandemi Covid-19 di Negeri Kincir Angin tersebut.
RIYAN FADLI, Radar Semarang
Afnan Anshori saat ini sedang berada di Kota Nijmegen. Letaknya di dekat perbatasan Belanda-Jerman. Sudah dua bulan ia tidak keluar rumah kecuali berbelanja kebutuhan pokok. Sebab, selama pandemi Covid-19, di negara ini memberlakukan aturan social distancing dan physical distancing.
Menurut Afnan, warga Belanda memiliki kesadaran tinggi terhadap aturan yang dibuat. Tidak terlihat warga yang keluar rumah tanpa alasan yang jelas.
“Di sini (meski ada wabah korona) terkesan santai. Karena menurut saya, masyarakatnya sudah dewasa, dalam arti mereka mematuhi aturan yang dikeluarkan pemerintah,” kata Afnan kepada RADARSEMARANG.COM melaui ponselnya.
Menurut Dosen Jurusan Studi Agama-Agama UIN Walisongo ini, warga Belanda sangat mematuhi peraturan, seperti mengantre dengan jarak minimal 1,5 meter. Pemandangan itu sering dijumpai saat berbelanja. Warga mengantre di kasir tempat perbelanjaan dengan jarak minimal 1,5 meter.
Untuk menegakkan aturan itu, lanjut dia, ada ancaman denda bagi yang melanggar physical distancing tersebut.
“Bagi warga yang ketahuan berdekatan kurang dari 1,5 meter dikenakan denda. Denda maksimalnya 400 EUR per orang bagi yang melanggar atau sekitar Rp 7 juta,” jelasnya.
Aturan itu berlaku bagi semua warga, kecuali dengan anggota keluarga. “Boleh jalan berdekatan dengan anggota keluarga. Yang nggak boleh itu dengan orang-orang lain di jalan. Jaraknya minimal tetap 1,5 meter,” bebernya.
Ia menjelaskan, sejak 26 -29 Maret 2020 sudah lebih dari 250 orang yang terkena denda lantaran melanggar aturan social distancing 1,5 meter tersebut. Masyarakat di tempat tersebut percaya bahwa pemerintah mampu mengatasi wabah korona dengan baik.
“Aparat kepolisian jarang terlihat, beda sama di Indonesia. Mungkin karena tadi itu, masyarakat di sini sudah dewasa dan sadar hukum. Sehingga aparat tidak perlu mengatur secara fisik,” katanya.
Afnan saat ini lebih banyak berkumpul di rumah bersama anak dan istrinya yang ikut diboyong. Sekolah anak-anaknya kini juga diliburkan. Mereka mengerjakan tugas secara online lewat website sekolah.
“Bedanya, di sini gurunya datang ke rumah setiap Rabu untuk antar-jemput tugas atau PR anak-anak yang harus dikerjakan dalam seminggu,” ucapnya.
Ia bersama keluarganya sudah berada di Belanda sejak setahun lalu. Kuliah doktoralnya kini juga dilakukan secara online. Pertemuan dengan profesor yang diikuti lebih dari satu mahasiswa menggunakan aplikasi video zoom.
Studi tingkat doktoral tidak ada kelas seperti kuliah S1. Bimbingan dengan profesor dilaksanakan secara online menggunakan skype. Secara umum pembelajaran di sana tidak ada masalah. Karena sistem pembelajaran sudah terbiasa menggunakan IT.
“Seperti Kamis ini, profesor saya mengadakan pertemuan dengan seluruh mahasiswa bimbingannya menggunakan zoom. Selain beberapa mahasiswa yang saat ini berada di Belanda, ada juga mahasiswa yang dari Indonesia, Amerika dan Ethiopia,” ujar mahasiswa program doktoral jurusan Religious Studies ini. (*/aro)